My First Book and Dreams




Pada selembar putih,
Kutorehkan sejuta asa,
Bersama harapan yang tak kan pernah pudar,

 “berapa pak?” tanyaku lugu sembari membolak balik sebuah buku berjudul “Abu Nawas dan Negeri 1001 Malam”
“7500 dek” jawab seorang penjual buku keliling yang masuk kedalam bus wisata kami. Wajah kumalnya tak henti-hentinya memandangku.
“halaaah, 5000 saja ya pak. Aku beli dua sama yang ini” tawarku sambil mengambil buku yang berjudul “Kisah Wali Wongo”
Lama bapak itu berpikir. Kemudian berjalan kederetan belakang menawarkan barang dagannya. Beberapa saat kemudian ia kembali dan memberikannya padaku. Segera kukeluarkan selembar uang sepuluh ribuan dari dalam saku jaketku dan memberikannya padanya.
Aiih! Yes! Ini buku pertamaku yang aku beli dari uang jajanku. nanti buku ini akan menjadi kenangan penuh makna, dalam perjalanan study tourku kali ini. Hatiku seolah diliputi taman bunga. Kegembiraan yang luar biasa!
**
Meskipun buku ini terbilang murahan yang aku beli dari pedagang keliling. Tapi aku bangga telah memiilikinya. Buku dengan kertas buram, desain sampul yang terkesan sangat biasa. Gambar Abu Nawas dengan keledainya dan beground warna merah yang menghiasi covernya. Sungguh tak ada menarik-menariknya!
Jauh berbeda dengan buku-buku yang pernah kupinjam diperpustakaan sekolah. atau buku koleksi salah seorang tetanggaku yang bookaholic. Koleksi bukunya berjibun. Bagus-bagus pula.
Aaah.. Itu tak jadi masalah bagiku. Karena aku sendiri tak yakin mampu membeli buku seperti yang ada diperpustakaan. Buku bacaan dengan cover tebal, kertas putih dan desain sampul yang menarik siapa saja yang melihatnya. Selain itu mayoritas bergenre tenliit, pas banget buat anak SMP sepertiku.
**
Tak ada koleksi buku bacaan dirumah. Yang ada hanya buku-buku kuno dengan tulisan pego (Arab Jawa) punya ayah. Atau buku pelajaran dan LKS sisa pelajaran SD ku dulu yang memenuhi almari usang disudut kamarku. lusuh, penuh debu, dan hampir semua bagiannya dimakan jamur dan rayap.
Bagiku ini hal yang wajar, karena ayahku hanyalah seorang petani biasa. Untuk membeli sebuah buku bacaan harus dipikir sekian kali. He, jangankan buku bacaan, terkadang untuk buku pelajaran saja, aku harus foto copy atau membeli buku bekas kakak kelas untuk mengirit pengeluaran.
Lagian, ayah sudah pernah bilang “tidak ada buku bacaan selain buku pelajaran”. Ayahku mengira, hanya dengan membaca buku pelajaran, seseorang bisa pandai karena mampu mengusai teori yang ada didalamnya.
Karena bagi ayah, membaca novel mungkin tak ada gunanya. Buang-buang waktu dan sebuah kegiatan yang sia-sia. Namun bagiku, setidaknya dengan membca baik itu novel, cerpen, komik atau apapun itu bacaan lainnya bisa menjadikanku punya banyak wawasan.
Dengan membaca aku bisa mengupgrade diriku dengan pengetahuan-pengetahuan baru diluar sana. Paling tidak, bisa menambah perbendaharaan kosa kataku. dan aku berharap suatu saat aku bisa menjadi penulis seperti nama yang tertera dicover depan buku-buku itu.
Tahukah kau kawan, dari buku pertamaku ini aku ingin suatu saat aku punya seribu buku. bahkan lebih dari itu. Kelak, aku ingin mendirikan perpustakaan pribadi dan rumah baca agar aku dan adik-adik dikampung bisa menikmati buku bacaan, tenggelam dan hanyut didalamnya. Bersama buku-buku itu kami ingin membuka cakrawala dunia.
**
“hahaha” tawaku menggetarkan seisi ruang tamu. tubuhku berguling kesana kemari menikmati kata demi kata dalam kisah jenaka Abu Nawas dan Negeri 1001 Malam yang kubeli 2 hari lalu.
“tap.... tap....” suara sendal ayah berhenti didepan rumah. Beberapa saat kemudian matanya sudah melotot didepanku. “upz!” aku lupa sore ini aku ada pengajian maulid Nabi dimusolla gang sebelah.
Aku tidak bergidik, tawaku masih saja terdengar.
“grak!!!! kamu dengar kata kata ayah tidak Alin”
Wajah ayah terlihat merah, matanya melotot kearahku. Sementara tanganku gemetar.
“apa? ayah bicara apa padaku? aku tidak mendengarnya” Kataku dalam hati. Air mataku perlahan mulai berjatuhan.
Kulihat buku yang kupegang sudah ada dilantai. Beberapa halaman sudah tersobek. berserakan diantara kolong kursi.
Kesal, benci, itu yang kurasakan. Kenapa? Kenapa ayah setega ini? Baru saja aku menikmati canda tawa dalam kisah jenaka Abu Nawas. Aaah... Kenapa ayah menyobek buku ini? Buku ini aku beli pada saat study tour kemaren. Buku pertama yang aku beli.
Ayah tak mengerti perasaanku! Aku tak bisa menerima semua pemikiran ayah terhadap buku-buku itu! Karena ini bukan sekedar tentang buku, tapi ini tentang semua mimpi dan cita-citaku ayah!
**
Aku berlari sambil membawa buku itu beserta sobekannya. Perlahan kuambil selotip dan dan kusambung satu demi satu halaman buku yang sobek.
“tidak ada buku bacaan selain buku pelajaran”
“ingat! Ayah menyekolahkanmu untuk belajar bukan untuk membaca buku bacaan seperti itu!”
Suara ayah menggelagar, nyaring sekali meski diluar kamar. Bagai petir yang menyambar relung hatiku. Impianku seolah hancur berkeping entah kemana. Tangisku semakin tak tertahankan.
Semua harapan itu seolah sirnah begitu saja bersama sobekan buku dan kepingan kata yang berhamburan. Karena ayah telah menghancurkan semuanya! iya ayah telah memupuskan semua harapanku seiring dengan sobeknya buku pertamaku.
Namun tekadku satu ayah, bahwa kelak ayah akan melihat namaku terpampang diantara deretan penulis itu! Kelak aku akan mempunyai seribu bahkan sejuta buku dirumah ini! Aku akan meraih semua mimpiku bersama dengan peristiwa ini!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bintang dan Langit

Engkaulah Murobbiku

Jilbab...