Mentariku
Matahari
yang bersinar dilangit dan guru yang mengajar sepenuh cinta dibumi...
(ustadz hasan bashori)
kuintip
sang fajar dari bilik jendela. sebongkah cahaya, malu-malu mengintip dari ufuk.
jingga bersinar putih memancar dibalik segumpal awan dengan tekstur lembut,
warnah merah jingga, berkilau seolah tersenyum menyapa kehadiranku.
adzan
subuh baru saja berkumandang. derap langkah sunyi kakiku menyapa keheningan.
air wudlu perlahan membasahi wajah dan seluruh anggota wudlu. merasuk dalam
setiap pori-pori kulitku. meluruhkan segala najis dan kotoran yang nampak
ataupun yang terselip dalam hati. meluruhkan segala dosa bersama air wudlu yang
kubiarkan menetes.
sholat
sunnah dua rokaat, pahalanya seperti dunia dan seisinya menghanyutkanku dalam
sujud yang penuh ketawadhdhu’an pada-Nya. betapa rendahnya aku dihadapan-Nya.
betapa hinanya diriku ini. Robbi... kemana aku selama ini???
cahaya
fajar mulai menorobos cela-celah dinding gubukku. bukan, ini hanya bangunan tua
kepunyaan orang tuaku. disinilah aku tinggal bersama kedua orang tua dan kedua
saudaraku. tanganku dengan sigap mempersiapkan segala keperluanku hari ini.
“deg!”
derap langkahku berhenti dipelataran rumah.
kupandangi
sebingkai foto yang kupajang di bufet. foto usang itu sudah hampir tak
menampakkan gambar. seolah semua, berwarna gelap! satu deret depan memakai toga
dengan rambut cepak dengan posisi duduk jogkok. dibelakangnya lagi, sederet
toga hitam yang masih menampakkan jilbab putih dengan dikiri kanan berdiri wajah
oval paruh baya.
ingatanku
kembali kemasa 10 tahun silam. wajah oval paruh baya, badan tegap. sauaranya
selalu kuingat, suara yang begitu familiar. suara-suara yang begitu aku kagumi.
yang dengan kesabarannya mengajarkanku arti kehidupan. yang dengan ketekunannya
telah mengajarkanku seni kehidupan. yang dengan budi pekertinya telah
mengajarkanku siluet kehidupan yang terukir oleh mentari pagi.
“lantas
kenapa dalam sinetron-sinetron itu kau digambarkan sebagai sosok yang tak
bermoral? saling dendam sana-sini. mengajarkan apa yang seharusnya tak
diajarkan. sosok guru yang glamor dengan pakaian seksi, genit dan arogan”
air
mataku mulai menetes. perlahan anak sungai itu semakin deras, mengalir hingga
bermuara di ujung pipiku.
“engkau..
tanpamu aku tak akan seperti sekarang ini”
“kau
lihat, mereka yang berbaris didepan dan sampingmu? kini mereka bukan anak
ingusan lagi. mereka yang dulu engkau bimbing dengan sepenuh hati dan jiwamu,
kini mereka telah menggenggam asa mereka. sebagian dari mereka adalah lulusan
sarjana”
“yeah...
lulusan sarjana!”
tanganku
mengepal dengan sekuat-kuatnya.
“tanpamu
kami tak akan jadi seperti sekarang ini”
kutaruh
kembali bingkai foto usang itu, kucium erat sebelum akhirnya kuletakkan
disamping souvenir wisuda sarjanaku.
kulangkahkan
kakiku menyongsong mentari. kutanggalkan sejenak ingatan mentari sang penebar
asa. mentari yang telah membawaku pada asa yang kian membumbung. mentari yang
membuatku terus berlari untuk mengejar sang bintang kehidupan.
“deg”
langkahku kembali tercekat. ingatan itu kembali menyeruak. sekarang, aku dan
ranselku akan pergi ke madrasah. bukan, bukan untuk sekolah! tapi aku ingin
menjadi mentari sepertimu.
menuai
kebaikan di muka bumi. menuai jariyah di disurga-Nya. yang pahalanya akan terus
mengalir. menebar asa pada malaikat kecil tak bersayap. yang selalu menanti
hangatnya mentari diantara bola mata bulat, putih, bersinar tanpa dosa. tangan
halus yang selalu menyapaku tiap pagi. senyum ceria, wajah imut yang selalu
membuat hatiku tenang. aku rindu mereka!
namun,
bisakah aku menjadi mentari sepertimu? dahulu aku sering kesal dan membencimu
karena seabrek tugas yang kau berikan padaku. dahulu aku sering mencemoohku
dengan kata kasarku. aku sering meremehkanmu dengan tatapan sinisku.
menggunjingmu dibelakang.
aah...
terlalu naif aku mengingat semuanya! padahal, tanpa kehangatan sinar mentari
mungkin tak pernah ada kehidupan dibumi pertiwi ini. meski mentari tak selalu
indah! awan gelap, mendung, gedung-gedung menjulang, kerap menyelimuti pancaran
keindahan sang fajar. menyembunyikan dirinya dibalik gelapnya mendung, rintik
gerimis dan badai.
berat
kulanglahkan kaki ini! seolah ada baja yang membuatku berhenti disini. sakit!
aku tak dapat melanjutkan langkahku. aku tak sanggup!!!
seandainya
aku dapat berjumpa dengan mentari yang telah memberikan kehangatan, aku ingin
menyibakkan mendung yang menghalangi sinarimu. aku ingin bersimpuh dihadapanmu,
agar sinarmu mampu menerangi jiwaku. menebar manfaat bagi alam.
wahai
mentariku....
mentariku
yang selalu bersinar,
mentariku
yang telah memberikan kehangatan,
mentariku
sang penebar asa,
mentariku
sang yang telah menebar benih kehidupan,
mentariku....
engkau
tanpa pernah lelah,
tak
pernah pamrih,
meski
bulan yang selalu dipuji,
dimanapun
kini engkau berada,
engkau
selalu bersinar,
kehangatan
cinta yang telah kau berikan,
semoga
menjadi jariyah,
yang
pahalanya terus mengalir,..
aamiin....
Komentar
Posting Komentar