Herbal atau Dokter?
herbal...
saya mengenal obat-obatan ini sekitar tahun 2010 silam. Saat itu, saya masih
kuliah semester 4. Saat itu, saya mengalami migrain yang cukup berat. Salah
seorang teman saya lantas memberikan saya beberapa butir kapsul habbatus saudah
beserta dua sendok makan madu. alhamdulillah beberapa jam kemudian, (setelah
saya pakai tidur juga) akhirnya migrain saya berangsur sembuh.
sejak
saat itu, saya jarang sekali pergi kedokter. sekalinya saya sakit, saya
langsung meminum habbatus saudah dan madu. alhamdulillah memang tidak ada penyakit
yang cukup serius. sehingga saat merasa tidak enak badan, saya cukup meminum
habbatus saudah dan madu.
kepercayaan
saya kepada obat-obatan herbal semakin meningkat tatkala saya membaca sebuah
buku karya dr. gerry d gray. saya praktekkan apa yang ada didalamnya. saya
sampai menjadikannya sebagai konsumsi sehari-hari. ketika saya sakit, maka yang
saya pikirkan adalah obat herbal apa yang bisa saya minum.
sampai
pelajaran itu seolah menampar saya ketika suatu saat saya terkena sakit mata.
beberapa hari sakit mata, saya hanya memberikan obat herbal sebagai penanganan
pertama. sampai pada hari keempat, karena tidak kuat akhirnya saya bawa
kedokter juga.
diklinik
mata itu sang dokter bertanya, “sebelumnya sempat memakai obat apa?”
spontan
saya menyebutkan salah satu obat herbal yang saya pakai.
“hentikan
pemakaiannya. obat ini malah memperparah”
glekkk!!!!
yang
bener saja? berarti selama ini saya salah penanganan? o.. ouwh.... berarti lain
kali saya harus lebih hati-hati dalam memakai obat mata herbal. saya lantas
menghentikan pemakaian obat tersebut.
tapi,
tidak berselang lama setelah itu, saya mengeluhkan siklus haidh saya kepada
beberapa teman saya. salah seorang teman lantas menyarankan untuk segera
memeriksakan ke sebuah klinik ibu dan anak.
awalnya,
saya sempat ragu. tapi, kalau dipikir-pikir tidak ada salahnya periksa kedokter.
kalaupun tidak ada penyakit, minimal dapat ilmunya. toh pada akhirnya nanti
saya jadi tahu penyebabnya apa. saya bisa konsultasi sama bu dokter.
“alhamdulillah,
tidak ada masalah. semuanya normal” kata bu dokter berjilbab lebar itu.
kusambut dengan senyuman sumringah.
“sebelumnya,
sempat minum obat apa?” tanya bu dokter
“herbal
dok, habbatus saudah dan kawan-kawannya” kata saya polos.
“nah
itu dia penyebabnya”
“sudah
hentikan dulu herbalnya”
kali
ini wajah beliau terlihat serius.
“lho
memangnya kenapa dok?”
“herbal
ini yang mengacaukan metabolisme tubuh. sehingga siklus haidnya jadi tidak
karuan”
saya
mengernyitkan dahi saya. heran! karena herbal yang selama ini saya kenal adalah
obat alami yang tanpa menimbulkan efek samping.
“karena
herbal sekarang tidak seperti herbal dizaman rasululllah yang memang sudah
terjamin keasliannya”
“kalau
herbal sekarang sudah terbentur kepentingan bisnis. sehingga tidak terjamin keaslian
dan kwalitasnya”
aku
masih duduk manis, sambil bilang “o” bulet mendengar penjelasan beliau.
“lagian
tidak ada ukuran pasti untuk minum obat herbal. semuanya hanya “kira-kira””
“pernah
tidak, kita baca aturan pakai obat herbal kalau sakit ini yang diminum berapa
butir?”
aku
menggeleng.
“itu
dia, tidak ada ukuran pasti. semuanya hanya berdasarkan kira-kira”
“kalau
madu dok?” tanya saya untuk yang terakhir kalinya
“madu
bagus. tapi, kalau beli madu dipasaran juga harus hati-hati. karena banyak juga
madu yang palsu”
saya
lantas membayangkan, madu yang saya temui dibeberapa toko baik herbal ataupun
swalayan. sempat terbesit pikiran “murah amat. satu botol hanya sekian puluh
ribu. asli ga ya?”
setelah
saya pulang saya jadi banyak merenung mengenai kebiasaan saya meminum obat herbal.
teringat kata mbak putri dwi anasari, alumni kesehatan gizi UGM “kalau minum
herbal itu harus diimbangi dengan pola hidup yang sehat juga. perbanyak minum air
putih untuk meringankan kerja ginjal”
oh
iya, memang benar. seharusnya sebelum kita berikhtiar menjaga kesehatan kita
dengan meminum obat herbal, kita perbaiki dulu pola hidup kita. makan-makanan
yang sehat. olahraga teratur. tidur dan istirahat yang cukup. rileks, dan
menghindari stress.
obat
herbal itu alami katanya. terbuat dari bahan alam. tapi bukan berarti tanpa
efek samping. ketika kita tidak bisa mengimbangi dengan pola hidup yang sehat,
maka yang terjadi adalah sebuah penyakit lain. seperti kasus ginjal bocor yang
pernah diceritakan muobbiyah saya lantaran kebiasaan meminum habbatus saudah
yang tidak diimbangi dengan minum banyak air putih.
maka
disinilah pentingnya kita selektif dalam memilih obat. saya pernah membeli sari
kurma. teman saya yang dikedokteran hewan bilang “ini sudah ada fruktosa kenapa
ada glukosa?”
“memang
bedanya apa nok?” tanya saya bengong
“fruktosa
itu gula dari buah. sedangkan glukosa itu gula biasa. berarti ini sari kurma
ada tambahan gulanya neng” katanya.
saya
disini tidak sepenuhnya menyalahkan pengguna herbal. karena pernah juga kok,
saya periksa kedokter, eh diagnosanya macam-macam dengan racikan obat yang
bedasarkan madzhab “kira-kira” (serem ya... saya sampe ga berani minum obatnya.
hehe). eh ternyata, setelah saya periksa ke gama medical centre, penyakitnya
cuman satu “kurang olah raga”. haha ngakak deh saya.
jadi
pada dasarnya semua pengobatan baik itu kedokteran umum (yang konon menggunakan
obat-obatan kimiawi) dan pengobatan herbal (yang konon menggunakan obat-obatan
alami) itu sama-sama punya kelebihan dan efek samping.
kalau
saya boleh menyimpulkan tulisan saya ini, sebagai manusia yang ingin menjaga
kesehatan sebaiknya kita mengetahui dua-duanya. karena tak semua yang
kedokteran itu “tidak bagus” dan tidak semuanya yang herbal itu bagus dan tanpa
efek samping. maka teliti dan selektif dalam menggunakan keduanya.
kalau
kita hendak memakai obat dari dokter, ya kita tanyakan dulu pada dokternya,
aturan pakai dan efek sampingnya. kalau kita memakai obat herbal, ya kita
tanyakan pada orang yang paham herbal. karena semua obat itu ada aturan pakai
dan efek samping yang ditimbulkannya.
ok,
terimah kasih....
semoga
ini bermanfaat......
Komentar
Posting Komentar