Aku, Kamu dan FLP : Dialog Hati di Sudut Terminal
Malam semakin beranjak. Jam hampir
menunjukkan pukul 22.00. Aku mengekor di belakang Chairi terus berjalan menuju
arah pintu keluar terminal. Kami menunggu di pintu belakang, di mana bus lalu
lalang siap mengantar para penumpang ketempat tujuan di luar kota.
Hawa dingin semakin menusuk. Jaket
FLP yang kukenakan tak mampu menahan hembusan angin yang menerpa. Kami duduk di
warung persis di simpang pintu masuk. Aku mencoba memesan sebuah minuman instan
jahe hangat untuk sekedar membasahi tenggorokanku yang mulai mengering.
“Jam segini Tapi aku masih kelayapan
di terminal” kataku dalam hati.
“kalau di rumah, bisa jadi aku sudah
tenggelam bersama mimpi, melepas lelah yang masih hinggap selepas kemah ukhuwah
kemaren”
“tapi...”
Kuseruput minuman pesananku yang
sengaja aku tuangkan di lepek, berharap uap panasnya segera hilang...
“aku tak mau kehilangan setiap moment
kebersarmaan bersama teman teman. Lagian ini adalah salah satu moment penting
dalam sejarah FLP Jawa Timur. Musyawarah Wilayah untuk menetukan ketua baru”
“Hmm... Aku yakin suatu saat ini akan
menjadi kenangan yang tak akan terlupakan. Suatu saat ini tak akan terulang. Kapan
lagi aku akan menikmati hawa dingin terminal? Asap rokok yang terus mengepul
dari tukang ojek. Kapan lagi aku akan melihat kerasnya kehidupan terminal?”
“Aku rasa aku memang baru bergabung
besama teman teman. Tapi sudah banyak sekali kenangan yang menjadi bagian dalam
sejarah kehidupanku. Yang tak akan pernah habis jika di lukiskan dengan kata
kata.”
“mbak, rombongan Inel sudah sampai
mana?” tanya Chairi membuyarkan lamunanku. Kulihat hapeku sejenak, melihat
pesan whatsapp dari Inel dan teman teman Madura.
“baru keluar Suramadu dek” kataku
menimpali.
Kami terdiam kembali. Chairi sibuk
dengan Hapenya. Sementara aku? Anganku kembali menerawang jauh tak tertuju. Mengenang
akan semua kenangan yang telah kulalui bersama teman teman FLP.
“untuk apa sih ikut ikutan kayak gini (FLP).
tak ada gunanya, hanya menghabiskan waktu juga uang” kata kata ayah tadi sore
tiba tiba kembali terngiang.
“kamu tuh ya, pikirkan dirimu sendiri. Jangan
hanya sibuk dengan semua kegiatanmu itu!” lanjut ayah.
Aku tertegun, tak bisa membantah
dengan logika. Karena betapapun aku tak merasa jika waktu atau uang sakuku
terganggu. Bukankah ini semua juga bagian dari tholabul ‘ilmi? bukankah ini
semua juga bagian dari perjuangan dakwah? dakwah bil qolam!
Itu semua butuh pengorbanan. Dan setiap
inchi pengorbanan tidak ada yang sia sia jika kita melakukanannya dengan penuh
keridhoan dan hanya mengharap ridho Robb semata? Ingat! Tidak ada kebaikan yang
sia sia! karena setiap kebaikan walaupun sebesar biji dzarroh akan
mendapatkan balasan seperti yang Allah katakan dalam 2 ayat terakhir surah al
zalzalah.
7. Barangsiapa yang
mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. 8. dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan
sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.
“tak hanya itu, di FLP aku bukan hanya belajar
tentang kepenulisan dan berkutat dengan dunia literasi. Akan tetapi ada
pelajaran berharga yang aku dapat dalam setiap perjalanan bersma teman teman. Pelajaran
tentang backpacker, kemana harus membeli tiket. Pelajaran bagaimana jika
kita tidak mendapati angkot. Termasuk bagaimana jika kita terpaksa harus
ngemper di stasiun, ngemper di Terminal. Itu semua tak ada dalam buku buku
pelajaran sekolah ataupun bangku kuliah”
“hmm... ayah tahu, bagaimana bahagianya
hati ini saat bertemu dengan penulis penulis nasional? Bunda Sinta, Bunda
Helvy,dan yang lainnya. Sungguh ini semua tak dapat terlukiskan! Dan semua
seperti dalam mimpi yang dulu sempat terbesit!”
Aah.. rasanya aku ingin mengatakan
itu semua pada ayah, namun aku tak mau ribut. Biar semua kusimpan dalam goresan
pena ini...
Upz! Tak terasa jahe hangat di gelasku
hampir habis, tapi angin berhembus semakin kencang. Tiba tiba sebuah telpon whatsapp masuk membuyarkan lamunanku...
“mbak, di mana? Kami sudah di dekat
terminal” suara Inel samar terdengar.
Aku dan Chairi segera berjalan
menghampiri Inel dan Rombongan.. Tak lama setelah kami bertemu, mobil melesat
cepat menuju lokasi Musywil di Ngawi...
Kini, FLP telah menjadi bagian
sejarah yang telah menyatu dengan kehidupanku...
Salam literasi :)
Bismillah, Mbak. Semoga Ayah bisa mengerti ☺
BalasHapussiiip dek :) insyaallah..
Hapus#banyak banyak berdoa.. bukankah sesuatu yang baik layak di perjuangkan?
#mbak jadi ingat novel garnishnya bang mashdar..
Tetap semangat mbk Nur..
BalasHapussiiip mbak...
Hapusinsyaallah saya bisa melewatinya...
apapun rintangannya insyaallah akan tetap bertahan di flp :)
Semangat Nur, bukanlah jalan kemuliaan jika tidakbada tantangannya
BalasHapusiya mbak bener sekali...
Hapusmemang dari dulu keinginan dan pemikiran saya sering kali bersebrangan..
saya masih ingat pesan bapak "buktikan kalau kamu bisa. ayah hanya butuh pembuktian" :)
mohon doanya mbak :)
Sssttt...Dek Nur, ojok nguntit i Chairi terus lho ya! Hihihi...
BalasHapushahaha bund, kebetulan waktu itu yang bisa keluar ya kita..
Hapusberjalan mengutit di belakang chairi dengan jarak sekian meter kayak orang ga kenal hihihi :D
Sukses ya mbak nur. Tetaplah berjalan menyusuri jalan literasi.
BalasHapusaamiin... maksih mbak...
Hapussukses juga buat mbak...
insyaallah :)