Melukis Cinta Pada Sebuah Cermin
assalamualaykum
segala
puji kita panjatkan kepada Allah swt yang telah memberikan nikmatnya
sehingga sampai saat ini kita masih bisa menikmati hidup dalam
kelezatan keimanan yang tertancap dihati.
sholawat
serta salam, semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita
rasulullah saw
anak
anakku...
sudah
hampir dua tahun kita hidup dalam satu atap, dan sudah hampir satu
tahun kita hidup bersama. saling berinteraksi, saling bertegur sapa,
saling belajar satu sama lain. mengambil hikmah dari setiap peristiwa
dan saling mengingatkan dalam kebaikan dan taqwa. ustadzah banyak
belajar dari kalian.
terlalu
banyak hal yang dapat ustadzah ungkapkan disini. ustadzah banyak
bvelajar dari kalian. dari kalian ustadzah belajar untuk terus
memperbaiki diri agar menjadi pribadi yang lebih baik (meskipun toh
masih sepertui ini). dan dari kalian ustadzah beljaar mencintai
kalian layaknya ustadzah mencintai diri ustadzah sendiri. karena
kalian adalah cerminan pribadi ustadzah.
anak-anakku....
kalian
semua disini adalah tanggung jawab ustadzah. baik buruk kalian adalah
tergantung ustadzah. karena kalian adalah cerminan diri ustadzah
selaku musyrifah atau guru kalian diasrama.
maka,
saat teman kalian bercerita bahwa ada pandangan miring tentang kalian
orang pertama yang harus bertanggung jawab adalah ustadzah. ustadzah
adalah orang yang paling menyesal, dan ustadzah lah orang yang paling
bersalah.
ustadzah
minta maaf karena masih banyak kekurangan ustadzah. ustadzah minta
maaf karena belum bisa menjadi teladan bagi kalian. ustadzah minta
maaf karena ustadzah belum bisa membimbing kalian semaksimal mungkin.
terakhir,
ustadzah berharap kita sama-sama saling memperbaiki diri untuk
menjadi pribadi yang lebih baik lagi. pribadi yang hidup dalam
naungan ridho-Nya....
doa
ustadzah bersama kalian
ukhibbukun
fillah...
Senyum
mereka mengembang, senyum yang penuh dengan ketulusan sambil
menyanyikan salah satu lagu AFI junior, guruku. Menyambut
kedatanganku dalam halaqoh kecil, halaqoh tahfidz bersama 10
anak-anak berhati spesial.
Hatiku
berbunga-bunga sekaligus terharu, air mataku... Hei jangan melele
dulu, tahan....
“ustadzah
maafin kita ya” kata salah seorang diantara mereka meminta maaf
kepadaku, hatiku terenyuh tak dapat kutahan air mataku,
“sama-sama
ya nak, kita sama-sama belajar dan saling memperbaiki diri”
Air
mataku tak dapat kutahan lagi, kata-kataku tak dapat kulanjutkan..
Aku berhenti sejenak, kutarik nafasku dalam...
“kalian
adalah cerminan diri ustadzah. Jadi ketika ada prasangka yang tidak
baik tentang kalian maka ustadzah lah orang yang pertama kali
menyesal, ustadzahlah orang pertama yang bertanggung jawab dan
bersalah atas kalian. Oleh karenanya, ustadzah minta maaf atas segala
kekurangan ustadzah”
Kali
ini tangisku pecah, disusul salah seorang santri yang ikut
menangis... Semuanya hening, larut dalam seuasana. Mereka lalu
menyanyikan sebuah lagu sebagai ungkapan cinta mereka kepadaku.
Seusai
maghrib, beberapa santri mendatangiku. Meminta maaf kepadaku...
Aaah... Hatiku rasanya remuk redam. Rasa penyesalan itu kian dalam.
Beban ini seolah bertambah berat! Sepucuk surat itu, ternyata telah
menyentuh hati mereka.
Aku
jadi teringat akan semua yang telah aku lakukan. Dahulu, aku sering
sekali mengatakan kepada mereka bahwa mereka adalah tanggung jawabku
sebagai ustadzahnya diasrama. Sehingga aku berhak tahu dan mengatur
segala tingkah laku mereka. Aku sering memberikan perhatian lebih
untuk mereka. Tetapi tanpa dilandasi rasa cinta dan hanya atas dasar
tanggung jawab semata.
Aku
tak peduli apakah caraku berkomunikasi dengan mereka selama ini sudah
benar atau malah sebaliknya. Aku tak peduli dengan apa yang terjadi
disekitar mereka. Yang jelas ini adalah kewajibanku. Sehingga tak
jarang aku menasehati mereka dengan nada sinis, dengan nada
menyindir, memerintah, dan aaah.... Terkadang aku sendiri belum bisa
menjadi teladan bagi mereka.
Kian
hari kurasakan sikap mereka semakin keterlaluan. Sikap yang membuatku
putus asa, menyerah. Menangis diantara sujud panjangku dan menyesal
karena telah memilih untuk menjadi guru. Aku seolah terkungkung
dengan aktivitas yang aku jalani sebagai seorang guru. aku, aku tak
sanggup!
Namun
pada hari itu, aku seolah menemukan oase yang selama ini aku cari.
Sebuah kata-kata motivasi yang diberikan oleh kepala sekolah kami,
ustadz Ahmad Hasan Bashori.
Ada
dua hal yang bisa menerangi dunia ini,
Matahari
yang bersinar dilangit dan guru yang mengajar sepenuh cinta dibumi...
Kata-kata
beliau itu mengingatkanku akan sebuah kata yang bernama “cinta”.
Ya, cinta... yang akan melahirkan benih-benih ketulusan dan
keikhlasan yang tak pernah pudar. Yang akan membuahkan sebuah kata
bernama kesabaran dan keikhlasan.
Sehingga,
bagaimanapun keadaan dan situasi pada saat membersamai mereka, yang
keluar adalah semangat menanam ‘amal
jariyyah untuk menggapai ridho-Nya. Semangat
untuk terus berinstrospeksi dan memperbaiki diri agar menjadi pribadi
yang lebih baik. Yang layak untuk mereka jadikan teladan. sehingga aku pantas untuk mendapatkan panggilan ibu "guru", digugu lan ditiru.
Karena
mereka hanyalah anak-anak yang mengalami pasang surut emosi. mereka adalah jiwa-jiwa yang sedang dalam pencarian jati diri. Yang mereka butuhkan
adalah figur yang bisa mereka contoh, bukan aturan dan teori-teori
yang dapat mereka peroleh dimana saja.
Aah....
Aku sadari ternyata selama ini aku belum bisa menghadirkan rasa cinta
itu dalam kebersamaanku bersama mereka. Selama ini aku belum bisa
membimbing mereka dengan sepenuh hati dan cinta seperti apa yang teah dikatakan ustadz Hasan.
Anak-anak...!!!!
Kalian adalah cerminan diriku! Baik-buruknya kalian adalah tanggung
jawabku sebagai guru kalian. Karena akulah yang setiap hari
membersamai kalian disaat kalian jauh dari orang tua kalian.
Ditahun
kedua aku mengajar, aku mendapatkan banyak sekali pelajaran berharga dari kalian.
Yakni tentang cermin diri yang menyiratkan makna cinta dan
keteladanan dalam membimbing. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh
rasulullah.
Setiap
aku melihat canda kalian, tawa kalian, tangis, bahkan ketika mereka
marah kepadaku maka yang aku lihat adalah sosok diriku. Ada cermin
yang tak dapat berbohong kepadaku. Sorot mata hati dan kasih tulus kalian menyeruak tajam mengintai setiap kebersamaanku
bersama kalian.
Aku
tahu kalian adalah anak-anak yang berhati mulia. Kalian butuh figur yang bisa kalian jadikan contoh dan teladan. kalian butuh
sosok yang bisa memberikan bimbingan dengan penuh cinta dan kasih
sayang. Bukan sosok guru yang hanya bertugas menemani hari-hari
kalian atas dasar tanggung jawab semata.
Dan
rasa cinta itu, kini telah menghentakkan nuraniku. Memberikan
sebongkah rasa syukur karena Allah telah memberikan kesempatan
kepadaku untuk terus belajar. Rasa cinta itu telah memberikanku
sejuta arti tentang kesabaran, tentang makna keikhlasan, dan tentang
bayangan diri dalam cermin.
Maka
dengan hadirnya rasa cinta itu, kini aku mulai merasakan kedekatan dengan kalian. Sebuah kedekatan dalam ikatan
tanpa batas. Yang melapangkan hatiku akan segala rasa disaat hati ini sedang diuji dengan berbagai masalah yang datang silih berganti.
Suatu saat inilah yang akan membuatku rindu pada kalian
anak-anakku. Rindu akan suara kalian, tawa kalian yang terkadang
menggelegar memecah keheningan asrama, keributan selama membersamai
kalian piket. Membangunkan pagi kalian, dan semuanya...
Berat
rasanya aku untuk meninggalkan kalian. Meski terkadang aku kesal,
jengkel, marah, karena ulah kalian. Tetapi “cinta” telah
meruntuhkan rasa itu. Ia telah meluluhkan sebongkah pikiran negatifku
terhadap kalian. Dan menjadikan cahaya penerang bagiku akan kesabaran
dan keikhlasanku dalam membimbing kalian.
Aku
mencintai kalian karena Allah wahai anak-anakku ,
Dan
aku ingin mencintai kalian layaknya aku mencintai diriku sendiri,
Sorot
mata malaikat,
Yang
tak pernah bungkam satu katapun,
Atas
segala gerak yang terhentak-hentak dalam sunyi....
Gresik,
31 Maret 2015
artikel ini di ikut sertakan dalam lomba
lomba menulis guru dan orang tua yang diselenggarakan www.sekolah-akhlak.com dan https://motivatorkreatif.wordpress.com serta Komunitas Guru Inspiratif.
Salam hangat ustadjah..... dengan cinta mendidik..luar biasa
BalasHapushehe iya ustadzah :)
BalasHapus