Jilbab...
“Kaca, kaca... dimana kaca???” kataku sambil berputar-putar mencari sebuah kaca dikamar ukuran 4X4 meter ini. Sementara tanganku masih sibuk memegang sebuah jilbab warna ungu kesayanganku. Kupandangi wajah ovalku. Kulit sawo matang, alis seperti sapu lidi dan hidung pesek ini mengingatkanku pada sosok tegap yang selalu menasehatiku agar aku selalu menutup aurot. Ayah! Kulipat jilbab paris segi empatku menjadi bentuk segi tiga. Perlahan kutempelkan pada kepala, menutup seluruh rambut dan leherku. Kuberi peniti hingga rapat dan tak dapat lepas lagi. “ternyata, aku lebih cantik ya kalau aku mengenakan jilbab” kataku dalam hati sembari tersenyum memandangi kaca. Aku lalu memberanikan diri keluar rumah dengan mengenakan jilbab. Beberapa tetangga langsung memandangku. Tak terkecuali ayah dan kak Shofia yang sedang merapikan bunga ditaman. “nah gitu dong dek, kan lebih anggun kalau pakai jilbab” ledek kak Shofia. Aku hanya tersipu malu. “iya kak... aku.. aku lagi belajar. ...