Engkaulah Murobbiku
ahad, 14 mei 2017
“Assalamualaykum”
“Wa alaikum salam”
“Bapak”
“Iya nduk”
“Nduk?” kataku bertanya tanya. Seolah tak
percaya dengan balasan WA beliau.
Entahlah.. Ada kegalauan yang
memuncak mana kala teringat satu bulan lagi beliau akan pergi meninggalkan
kami. Aku tak bisa membendung perasaanku bahwa aku sangat kehilangan sosok
seperti beliau.
“Ustadz, kapan kapan kalau ada waktu
bolehkah saya ngobrol sama ustadz?”
“Boleh”
Hari senin yang ku tunggu (15 mei
17). Ternyata bapak Hasan datang bersama Hilvi putri sulung beliau. Gadis
cantik, kelas 4 SD ini terlihat lebih tinggi, terakhir kita ketemu setahun yang
lalu saat dia masih kelas 3 SD. Jarinya lentik, kulitnya putih dan cara berjalannya
persis seperti bapak Hasan.
Senang rasanya karena akhirnya aku
juga bisa bermain dengan Hilvi, bercanda, murojaah dan ngisengin anak ini. Meskipun
ini juga tak bisa menghilangkan kesedihanku. Tapi cukup menghiburku!
selasa, 16 mei 17
“Nanti ya Nur” kata bapak Hasan
setelah aku menunggu di kantor. Tapi ternyata malah ada tamu. Aku lalu sengaja
mengajak Hilvi jalan jalan. Karena, selain besok dia harus pulang, juga untuk
menghilangkan nervous ku sebelum menghadap beliau.
Sesaat sekembalinya dari jalan jalan,
aku mondar mandir di depan kantor. Sembari membereskan perpustakaan karena ruangan
ini akan dipakai bapak dan Hilvi bermalam. Terlihat senyum bapak saat aku
mengintip malu malu di antara pintu perpustakaan dan kantor yang memang
berdekatan.
“Ustadz, bolehkah saya masuk?”
tanyaku malu malu.
“Boleh, sini” kata bapak Hasan sambil
memposisikan diri di meja sebelah timur, menghadap pintu. Sedangkan aku di meja
ustadzah Ria menghadap kedalam.
“Ustadz benarkah ustadz mau resign?”
tanyaku tak dapat membendung air mataku.
Bapak lalu bercerita banyak mengapa
beliau resign.
“Ustadz, maafkan saya, karena selama
ini mengira ustadz adalah orang yang cuek. Tapi ternyata ustadz adalah orang
yang paling memanusiakan manusia”
“Maafkan saya karena saya sempat su’udhon
sama ustadz”
Air mataku semakin tak terbendung.
Air mata yang sudah seminggu menganak sungai membanjiri pelupuk mataku.
Kami lalu ngobrol. Dari obrolan itu
banyak pesan yang beliau sampaikan. Cerita cerita yang mengandung hikmah. Ya
Robb.. Aku masih tak percaya kalau beliau benar benar mau resign.
Ada yang beberapa pesan yang aku
garis bawahi...
Yang pertama adalah belajar ilmu
komunikasi, latihan ngomong. Seperti pesan yang pernah di sampaikan ustadz
Sholihun pada saat ke Srunen yang terakhir kali 4 tahun yang lalu dan beliau
tegaskan lagi pada saat pamitan balik ke Gresik.
Ya Robb... Pesan itu terulang. Aku
menyadari hal ini, bahwa aku masih sangat perlu belajar komunikasi.
“Tidak semua bisa di ungkapkan dengan
tulisan Nur” kata bapak hasan waktu itu. Yang mengingatkanku pada pesan bu
Shinta Yudisia dalam agenda Silawil FLP Jatim di Sidoarjo 2 tahun yang lalu.
kurang lebih sama seperti itu.
Aku menyadari hal ini. Bagaimana acap
kali aku bertemu dengan beliau, ada rasa takut (karena pekerjaan yang belum
beres) rasa malu dan takut karena kekurangan pada kepribadian, minder dan
segudang perasaan was was lainnya.
Aaah... Jangankan sama bapak Hasan,
aku di rumah juga sama. Aku tak bisa mengungkapkan apa yang aku rasakan, apa
yang aku inginkan sering tak tersampaikan pada orang orang rumah. Hingga semua
hanya mengendap dalam buku diary ku. Entahlah...
Aku, bukannya tak menghargai bapak
Hasan, bukannya aku tak peduli dengan beliau. Aku sangat mengagumi beliau, cara
berpikir, gaya beliau, cara interaksi beliau. Nasehat nasehat beliau dalam
sambutan pembukaan rapat selalu ku tunggu. Meskipun aku pernah berpikir beliau
itu cuek, padahal aku sendiri yang takut untuk sharing dengan beliau terutama
masalah pekerjaan.
Terkadang aku iri dengan teman teman
yang bisa asyik sharing dengan beliau. Sementara aku? Aduuuh, jangankan sharing
dengan beliau, ketemu beliau aja adem panas rasanya.
Yang kedua adalah find your passion.
“Passion nya nur dimana?”
tanya bapak.
Aku terdiam. Tak tahu di mana passion
ku. Yang aku ingat, aku hanya hoby menulis (apa saja, termasuk tulisan ini)
juga fotografi (meskipun sampai sekarang aku juga belum punya kamera yang
memadai untuk hobiku yang satu ini.. haha). Karena hanya di dua bidang ini aku
pernah mendapatkan penghargaan.
“Bagaimana di perpus?” tanya bapak.
“Selama ini masih enjoy saja ustadz”
jawabku sekenanya
“Ya sudah kalau gitu, Nur harus bisa
membuktikan pada ayah, kalau nur bisa berhasil dengan passion Nur.
Intinya ada yang bisa di hasilkan lah dari passion Nur” lanjut bapak. Aku hanya
terdiam sambil manggut manggut meng iyakan nasehat beliau.
Mikir, apa sebenarnya passion
ku? Aaah... Bapak Hasan mengingatkanku pada masa masa awal bapak di sekolah.
Kata passion, pertama kalinya aku dengar dari bapak dalam sambutan
pembukaan rapat kala itu. Aku lalu mencarinya, karena setahuku passion
itu berasal dari bahasa Inggris. Tapi aku tak mengerti apa maksudnya bapak L
Aku lalu menemukan kata passion
dalam bukunya kek Jamil Azzaini (seorang motivator sukses mulia dari kubik grup
) yang berjudul “ON”. Ada 6 ON, yang harus kita aktifkan untuk mencapai hidup
sukses mulia. Yaitu MOVE-ON, VISI-ON, ACTI-ON, PASSI-ON, COLLABORATI-ON dan
CONCLUTI-ON. Dari sini aku jadi mengerti apa itu passion, meskipun
sampai sekarang aku belum menemukannya T_T bapak, please helpme to find my
passion T_T
Kami lalu melanjutkan obrolan kami,
sampai tak terasa adzan maghrib berkumandang.
Usai maghrib, aku kembali menemui bapak
dan kami terlibat obrolan lagi.
“Ustadz, terakhir nasehat buat saya!”
kataku memohon.
“Jadilah diri sendiri!”
“Mmm.. maksudnya?” tanyaku tak
mengerti.
“Karena saya lihat, nur itu sering
ikut ikutan. Lihat ini kelihatannya enak, pengen seperti itu juga”
“ouwh...” kataku bulet.
Ya Allah bapak, itu pesan yang sudah
sering teman teman Nur sampaikan saat SMP! Aku masih ingat sekali bagaimana
teman teman menyampaikan itu sama aku!
Karena dulu, aku punya seorang
sahabat. Aku kagum sekali sama dia. Bagiku orangnya pinter, alim, meskipun dia
itu pemalu sekali. Berawal dari rasa kagum itulah, aku mulai meniru semua
tingkahnya, bahkan cara berjalannya. Dan sedikit banyak karakternya itu hinggap
dalam diriku.
terimah kasih bapak, sudah di
ingatkan lagi T_T
“Terakhir ustadz, bolehkan saya
memanggil ustadz dengan panggilan bapak?” kataku malu.
“Boleh” kata bapak dengan
senyumannya.
“terimah kasih.. ba.. pak”
Percakapan kami berakhir seiring
dengan adzan isya yang berkumandang.
“jangan anggap saya sebagai kepala sekolah,
tapi anggaplah saya sebagai teman” itu kalimat perkenalan beliau, yang
mengingatkanku pada pak Salvador, sosok kepala sekolah dalam film Amigos
X-Siempre, asli cool banget.
Ya Allah... Rasanya baru kemaren
kalimat itu terucap, tapi kini beliau sudah harus pergi meninggalkan kami. Tiga
tahun berlalu begitu cepat, akhirnya membawa kami pada satu kata yang bernama
“Perpisahan”.
Kini, aku bukan lagi akan kehilangan
seorang pemimpin. Tapi aku akan kehilangam sosok mentor, murobbi dan “bapak”
bagiku. Beliau telah mengajarkanku banyak hal. Beliau yang telah mengarahkanku
untuk menemukan siapa diriku.
Termasuk bagaimana ketika beliau
memintaku menjadi guru PJOK dan Prakarya. Yang sempat membuatku menangis, dan
belajar tentang Prakarya. Pelajaran PJOK yang membuatku ngos ngosan karena
harus lari seminggu tiga kali, menangis di kelas karena anak anak tidak ada
yang mau ikutan olahraga.
Beliau yang telah membawaku bersama
alam. Menaklukkan berbagai tantangan. Belajar bersama alam dengan agenda
outbound di luar. Termasuk amazing rihlah, yang itu adalah kenangan
terindah sekaligus kenangan terakhirku bersama beliau.
Beliau yang selalu memberiku ruang
untuk terus berkarya. Termasuk ketika mau keluar dari boarding dulu,
satu kalimat yang aku ingat “Bagaimana saya bisa membiarkan anak buah saya
untuk tidak berkembang?”. ya Allah.. bapak Hasan L
Begitupula saat ayah memaksaku untuk
daftar jadi penyuluh agama honorer di KUA. Beliau yang telah mempersilahkanku
untuk daftar dan mengambil peluang ini. Meskipun pada akhirnya ini membuatku
sering izin (selama 2 sampai 3 jam) paling tidak seminggu sekali L
Dan entah bagaimana lagi harus
kulukiskan sosok pribadi sempurna yang sebentar lagi akan meninggalkan sekolah
ini. Satu kata “perpisahan” ini sungguh menyakitkanku walaupun aku tahu, insyaallah
ini yang terbaik buat beliau.
Sekali lagi, perpisahan ini sungguh
menyakitkan!!! Aku tak tahu sampai kapan air mata ini akan menganak sungai!!!
Bapak Hasan...
Nama bapak telah terukir dalam hati dan
ingatan saya, sosok pemimpin, guru, murobbi, mentor, motivator juga seorang
bapak...
Selama kurang lebih tiga tahun
bersama, saya minta maaf atas segala kekurangan saya. Saya belum bisa berakhlaq
yang terbaik dengan bapak.. Saya juga belum bisa melaksanakan tugas tugas saya
dengan baik T_T
Jazaakumullah ahsanal jazaa atas semua kebaikan bapak T_T
Di manapun bapak berada, semoga
keberkahan hidup selalu mengiringi bapak dan keluarga.. Semoga bapak dan
keluarga senantiasa dalam penjagaan Nya.. Aamiin..
Gresik, 21 Mei 2017
Salam ta’dhim saya..
Elkaysa
Komentar
Posting Komentar